Salam Pembaca!

Semoga dengan blog ini, membantu anda membuka referensi, inspirasi, illustrasi atas setiap keadaan dan perencanaan serta membantu memberi sekat atas setiap problema. Terimakasih

Fajri Raihan (Uda Ihan)

Rabu, 30 Desember 2015

Cerpen; Kebun Lain Dalam Kebun Buah Nenek

Kebun Lain Dalam Kebun Buah Nenek
Apakah kalian suka berkebun? Kalau suka berarti, kita sama! Namaku Tyara, aku sukaaa sekali berkebun. Hari ini aku senang sekali, karena aku diajak oleh nenek ke kebun miliknya. Kebun milik nenek luas dan ditanami macam-macam buah seperti; anggur, melon, dan jeruk.
Assalamualaikum Nek,” sapaku saat sampai di rumahnya.
Walaikumsallam! Eh ada cucu kesayangan Nenek,” sambut Nenek riang.
“Nek! Ayo kita berkebun,” kataku mantap.
“Tunggu dulu, kita sarapan dulu, daripada nanti sakit,” kata Nenek.
Yaaah… aku terpaksa menuruti kata nenek, daripada tidak jadi berkebun, ya kan? Setelah makan, kesenangan pun dimulai, hehehe.
“Mana sekopnya Nek?” tanyaku yang sudah tidak sabar.
“Itu dibawah meja,” jawabnya sambil menunujuk bawah meja.
“Ayo kita mulai” kataku semangat.
Akupun mulai mengambil sekop dan mulai melubangi tanah yang akan dimaksukan biji tanaman, setelah itu aku mengambil biji buah anggur untuk ditanam dibawah tongkat yang akan menjadi tempat anggur itu tumbuh, kan tumbuhnya menjalar!
Tiba-tiba, aku mendengarkan suara yang aneh dari dalam hutan, seperti suara orang yang lebih tua dariku, ya seumuran nenek. Aku sangat takut, lalu aku berlari kearah nenek.
“Nek! Aku takut! Ada suara nenek-nenek di dalam hutan,” teriakku sambil berlari ketakutan.
“Ada apa?!” sahutnya kebingungan.
“Itu ada suara di dalam hutan,” kataku sambil menunjuk ke dalam hutan yang gelap.
“Mana? Coba Nenek lihat,” katanya sambil mengambil gagang sekop
“Jangan Nek!” kataku sambil menarik lengan baju Nenek.
“Udah sana masuk dalam rumah,” kata Neneku.
“Tidak! Aku mau ikut!” bantahku
“yaudah, tapi jalan dibelakang nenek,” katanya pelan.
Sambil berjalan perlahan, aku memasuki kegelapan hutan yang mulai menelan kami berdua. Kami masuk semakin dalam ditemani lampu senter yang menyala terang ditanganku, tiba-tiba saja kami berdua tersandung jatuh kedalam hutan yang semakin gelap dan pingsan untuk beberapa jam.
“Aduuh..” kataku setelah siuman. Aku melihat Nenek berbaring tidak bergerak disampingku.
“Nek, Nenek! Ayo bangun!” teriakku sambil mengguncang-guncang tubuh Nenek.
“Ada apa!” jawab Nenek ketika tiba-tiba saja siuman.
“Kita ada dimana?” tanyaku pasrah.
“Nenek tidak tahu, ayo kita cari orang saja, siapa tau ada seseorang yang bisa menolong kita berdua,” kata Nenek sambil bangkit dari tanah.
Saat berjalan kami terlhat kagum karena pemandangan disana sangat indah. Ada banyak buah-buahan segar dan warnanya mencolok. Aku dan nenek berdecak kagum saat melihatnya, tapi kami masih saja kebingungan dimana kami, dan bagaimana agar kami bisa kembali ke rumah. Lalu, dari kejauhan aku melihat ada seorang nenek-nenek sedang berjalan menuju ke arah kami.
Alhamdullilah, akhirnya ada orang, Halo yang sedang berdiri disana!!” teriak Nenekku sambil menyapa.
“Nek aku ada firasat buruk ni,” kataku pelan.
Tapi nenek tidak menghiraukanku. Kami berjalan lebih cepat agar bisa cepat bertemu dangan sosok yang tengah berdiri disana.
“Selamat datang kalian berdua,” sambut suara itu yang akhirnya menampakkan wajahnya.
“Tunggu, apakah kamu.... Wanda!” kata Nenekku kaget.
“Iya benar sekali!” katanya sambil tertawa riang
“Bagaimana kau bisa ada disini?” kata Nenekku.
“Ya.. aku mengalami hal yang sama dengan kalian, Aku terjatuh dan..,” jelasnya.
“Nek,  si..sii..siapa Wanda?” kataku gemetaran memotong
“Dulu, nenek punya teman, namanya Wanda, kamu bisa memanggil dia Nenek Wanda, dia pernah bermain di kebun nenek dan terpelesat ke kegelapan hutan, sejak itu nenek tidak melihatnya lagi, sekitar 40 tahun yang lalu!” cerita Nenek padaku.
“Tapi sekarang kita bertemu lagi ya kan!” kata Nenek Wanda senang.
“Iya, tapi kami berdua ingin kembali,” jelas Nenekku.
Nenek wanda tertlihat kebingungan. Tiba-tiba saja ia lari ke dalam sebuah rumah. Kami mengikutinya ke dalam gudang yang sangat gelap.
“Ayo!” katanya mantap setelah keluar dari gudang sambil membawa ransel kecil.  
“Aku kira apaan” kata Nenekkku yang terlihat kecapekan.
“Jadi, kita lewat mana?” tanyaku pada Nenek Wanda.
“Kita akan pergi ke penyihir yang bernama ‘Miranda’, yang akan membawa kita kembali ke kebun. Oh iya! Kalian tahu kita sekarang dimana?” tanyanya pada kami. Kami menggeleng.
“Kita ada di dunia Kebun Buah Hukuman!” katanya tersenyum.
“Lho! Kok kamu tau?” tanya nenekku."Dan kenapa ada kata hukuman?"
“Aku diberi tahu oleh penyihir itu, tapi tiba-tiba ia menghilang dan tak pernah kembali,” jelasnya."Dan tentang namanya, nanti kau juga tahu"
“Ya sudah tidak usah berlama-lama” kataku yang terlihat gelisah.
Perjalanan dimulai. Kami melewati gunung buah, lampion labu, sungai air jeruk dan benyak lagi hal aneh yang kami lihat. Nenekku mencicipi buah-buahan yang ada di sepanjang jalan kami, katanya rasanya enak dan manis, nenek berencana ingin meminta beberapa biji buah dari penyihir untuk dijadikan buah-buahan dikebunnya, nenek mulai menghayal. Aku merasa aneh dengan penyihir yang satu ini, perasaan yang menakutkan, tapi aku mencoba untuk berpikir positif agar cepat sampai ke istana penyihir itu. Aku sudah ingin cepat pulang ke rumah. semakin lama masuk ke hutan semakin merasa takut dan gelisah.
“Nek, aku takut,” kataku pelan.
“Hadeeeh.. baru gini aja takut!,” kata Nenekku.
Sebelum melanjutkan perkataanku, aku mendengar suara yang aneh, seperti suara serigala yang ingin menakngkap kami dan memakan kami. Kami berlari semakin dalam ditelan gelap dan tiba-tiba merasakan tubuh kami jatuh ke tanah sama seperti kami masuk ke dunia ini. Aku berusaha tenang tapi kami jatuh di- tidak ada! Kami jatuh di kekosongan dan terus melayang-lanyang di udara dengan konyol.
“Apa yang terjadi?” kataku panik.
“Nenek tidak tahu?” jawab Nenek sambil berusaha mengambil gagang sekop yang daritadi ia bawa dan sekarang sekop itu tengah melayang di atasku.
“Aku tahu, ini adalah pintu masuk ke istana penyihir yang bernama vortex,” jelas Nenek Wanda.
Tiga jam kemudian akhirnya kami sampai di sebuah lantai yang terbuat dari roti berisi selai buah. Kami kaget dan langsung berjalan ke dalam pintu. Kamipun melihat sosok wanita berumur yaa... dua puluh tahunan.
“Permisi, permisi!” kata Nenek Wanda tergopoh-gopoh.
“Kami disini ingin pulang ke dunia kami,” kata Nenek menambahkan.
Sosok tadi memalingkan wajahnya dan aku melihat sosok yang sangat cantik dan tinggi. Sosok itu mengenakan pakaian berwarna serba ungu dan memakai jubah merah.
“Halo,” sapanya ramah.
“Hai” balasku karena kedua nenekku masih terlihat kelelahan karena berlari.
“Apa yang kalian inginkan?” tanyanya ramah.
“Kami ingin ke kebun kami lagi, tadi kami terperosok ke dalam kebun tumbuhan ini.’” kataku
“ohh... kalian lewat portal ini saja,” kata penyihir itu sambil menunjuk portal yang tengah berkelap-kelip.
“Terima kasih, kami pamit dulu, dunia ini indah tapi kami tidak bisa berlama-lama,”
“Sama-sama,” balasnya sambil tersenyum.
“Selamat tinggal Carla dan tyara, aku harus tetap di sini “ katanya pelan.
“Kenapa?” tanya Nenekku pada nenek Wanda
Namun Peri Miranda-lah yang menjawab
“Ia harus berada disini, karena ini hukuman, ia sering merusak tanaman dan membuang buang buah, maka hari itu aku menugaskan sepuluh kupu-kupu untuk menggiringnya ke dalam lubang ,” katanya dengan wajah datar.
“Selamat tinggal Carla masa hukumanku tinggal 2 tahun lagi, aku akan kembali menemuimu nanti.
Nenek memeluk Nenek Wanda. sekarang kami tahu kenapa kebun ini dinamakan kebun buah hukuan . Kami berpamitan lagi dan kami berjalan menuju portal dan memejamkan mata, dan saat kami membuka mata kami, kami sudah berada di kebun, aku berjalan dan langsung merubuhkan badanku di rumput.
“Nek, aku capek,” kataku
“Yaudah, ayo kita masuk,” kata Nenek.
Kami langsung masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan badan. nenek menulis janji di sebuah bukunya,  bahwa suatu saat nanti ia dan Nenek Wanda akan bertemu lagi.
M. Fajri  Raihan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar