Salam Pembaca!

Semoga dengan blog ini, membantu anda membuka referensi, inspirasi, illustrasi atas setiap keadaan dan perencanaan serta membantu memberi sekat atas setiap problema. Terimakasih

Fajri Raihan (Uda Ihan)

Rabu, 30 Desember 2015

Cerpen; Lagu Terakhir Dari Piano Tua

Lagu Terakhir Dari Piano Tua
Halo! Namaku Romeo, dan aku memiliki sahabat yang bernama Juan. Aku adalah seorang vokalis dari sekolah musik yang bernama Bavisch, sedangkan Juan adalah pianis handal yang namanya dikenal baik oleh sebagian masyarakat dunia, maklum kerjaannya konser keliling dunia, hehehe…  
Hari ini, kami baru saja selesai tampil di sebuah konser bertemakan ‘Charity For Orphan Kid’ . Saat berjalan pulang, Juan membuka percakapan.
Capek juga ya, lagunya gampang gampang susah,” katanya dengan wajah kelelahan.
“Iya, memang,” jawabku singkat, sambil mencari topik lain untuk dibicarakan.
“Eh, Ju memang kamu tidak bosan dengan piano tua yang kamu pakai itu?” tanyaku saat berjalan ke mobil.
“Biar tua, tapi masih bagus kan?”
“Iya sih, tapi kan ada piano keluaran terbaru, suaranya lebih halus dan menekan tuts nya juga santai,”
“Rom, piano tuaku itu punya cerita,”
Aku terdiam. Masih belum ngerti, aku pun bertanya lagi.
Emang cerita apa?” tanyaku penasaran.
“Duduk dan dengarkanlah, sahabatku. Ini adalah cerita tentang darimana piano ini berasal,” jawabnya tenang sambil merubah posisi duduknya di dalam mobil.
Juan pun memulai ceritanya…..


Hari  ini, hari pertamaku bersekolah di Bavisch. Aku memiliki teman bernama Larry. Ia berkacamata bundar yang tampak kebesaran di kepalanya. Dia seorang pianis, sama sepertiku. Pada suatu pagi kami berangkat ke sekolah bersama.
“Ada apa Juan, sepertinya ada masalah?” sapa Larry
Nggak, Aku cuma khawatir tentang konser besok,”
“Lho?! Kenapa??” tanya Larry kaget dan bingung.
“Karena, piano yang disediakan panitia lomba tidak terlalu bagus, nanti aku susah pakainya”
“Mmm…. Oya! Pakai piano ku aja, biar nanti pas tampil nggak kaget pas di mainin,” kata Larry mantap.
“Eh! Trimakasih,” jawabku senang.
Keesokan harinya aku tampil di konser, aku terlihat percaya diri sambil memainkan piano milik Larry. Dengan mudah, aku memainkan lagu berjudul ‘Cannon In D’ karena aku sudah berlatih jauh hari sebelum konser. Betapa bangganya aku!
“Penampilan yang hebat, luar biasa!” sambut Larry di belakang panggung
“Hehehe makasih yaaa, berkat kamu aku bisa tampil maksimal,” jawabku senang, saking senangnya, ia tidak sengaja menginjak kabel sehingga jatuh lalu, ia pingsan. Setelah siuman, aku langsung tertawa, dan mengetos Larry.
Hari demi hari berganti, konser demi konser dimenangkan olehku, penghargaan demi penghargaan mengalir ke rumahku. Bisa dibilang aku sekarang sudah sukses besar. Dan akhirnya, aku dapat membeli pianoku sendiri. aku berniat untuk mengembalikan piano Larry. aku menemui Larry sepulang sekolah.
“Hai, Larry! Terima kasih yaa, karena kamu sudah meminjamkan aku pianomu, kali ini aku ingin mengembalikan pianomu,”
“Tidak perlu Juan, kamu bisa memakai piano itu. Itu sudah untukmu” balas Larry dengan senyuman.
Aku menatap piano tua Larry, warnanya sudah kusam, tutsnya tidak bagus lagi. Namun, aku tidak tega untuk menolak.
“Tapi..”
Sebelum aku melanjutkan kalimatku, tiba – tiba ruang kelas dan benda dalam ruangan tersebut berguncang heboh. Diluar ada orang yang berteriak - teriak histeris. Aku menyadari terjadi gempa sekarang dan langsung berlindung dibawah meja besi yang sangat kuat, Larry mencoba berlari, tapi ia tersandung sesuatu dan membuat kacamatanya lepas dari kepalanya.
“Oh, ya Tuhan!!” kataku dengan panik
Tiba – tiba lampu raksasa yang terpasang di dinding atas terlepas dan mengenai tangan dan kaki Larry. Tangannya hampir terputus dari badannya dan tulang kakinya patah
“LARRY!!!” teriakku.
Aku memberanikan diri dan menarik Larry ke bawah meja. Larry kehilangan banyak darah, ia sekarat.
“Larry bertahanlah,” sambil menekan tempat darah itu keluar
“Hey, juan aku baik – baik saja,” kata Larry pelan
Gempa telah berhenti, namun pintu masuk gedung terhalangi oleh sebuah reruntuhan yang sangat besar dan keras
“Hey Juan! Lihatlah, piano itu masih disitu”
“Apa yang kau inginkan, sahabatku,” kataku sambil menangis.
“Mainkan lagu ‘Kiss The Rain’,tolong”
Tanpa banyak komentarku membawa Larry ke dekat pianonya dan membaringkan tubuhnya di atas kertas tidak terpakai. Dan langsung melaksanan permintaan temanku yang sangat berharga baginya.
Tuts pertama telah ditekan, orang orang diluar mulai bingung, cemas, senang semuanya merasa campur aduk. Aku terus saja bermain piano sambil menangis, “Ya Tuhan, kenapa kau ambil dia sekarang?” kataku dalam hati. Tim penyelamat semakin semangat berharap bisa menyelamatkan orang yang tersisa...
Lagu telah berakhir. Aku menatap Larry, di sana ada senyuman tipis menggores di wajahnya. Nafas terakhirnya telah berhembus. “Selamat jalan temanku, semoga kau ditempatkan di tempat yang baik, amen,” doaku.
Kutatap piano dihadapanku aku mengelus piano tersebut, merasakan betapa halusnya dan betapa senangnya menjaga dan merawat piano ini. Lalu tim penyelamat tiba-tiba datang. Mereka langsung menyelamatkanku dan memasukkanku ke dalam mobil ambulans dengan sirinenya yang berderu-deru, kulihat Larry yang sedang diangkat dan dimasukkan ke dalam mobil jenazah, dimana saat terakhir kali aku melihat wajahnya dan senyuman indahnya...
Juan mengakhiri ceritanya.
“Cerita yang menyedihkan,” kataku setelah mendengarkan cerita dari Juan tentang piano tuanya itu.
“Bagiku tidak menyedihkan, kisah hidupku yang satu ini yang membuatku dapat mengambil makna, dimana seorang sahabat yang selau ada di sampingmu dan selalu memberikan pertolongan, kapanpun dan dimanapun,” katanya sambil tersenyum padaku.
Mobil telah berhenti. Kami turun dan memasuki lift menuju kamar di apartemen kami. Kulihat juan dengan tatapan kosongnya menatap ke arah pintu lift, disaat pintu lift terbuka, kami langsung berjalan menuju kamar, kubuka pintu kamar dan langsung masuk ke dalam. Kupandangi piano cadangan juan yang tampak berdebu karena tidak pernah dipakai.
“Hey Romeo, apakah kau tidak keberatan jika memainkan aku piano tuaku ini,” tanya juan padaku padaku sambil menunjuk piano tua yang sudah datang lebih dahulu.
“Silahkan, tidak masalah,” kataku singkat.
Di malam itu,lantunan musik ‘Kiss The Rain’ terdengar dari segala sudut kamar. Aku telah berada di ranjangku sambil berusaha tidur, semakin dalam...dalam....dalam... hingga akhirnya aku tertidur pulas.
Keesokan harinya, kulihat juan ketiduran di atas pianonya. Kulirik jamku yang menunujukan jam 4 pagi. Aku segera mengambil selimut dan menyelimutinya, Sampai Jam 9 pagi, barulah kami benar-benar sudah bangun dan bersiap pergi ke bandara. mobil datang dengan cepat dan kami mengangkat koper-koper kami ke dalam bagasi.
To Airport,” kata Juan.
Yes, sir juan,” jawab supirnya
Mobil menuju bandara  kulihat juan sedang berbicara pada petugas angkut barang untuk membawa piano tuanya dengan hati-hati. Panggilan untuk naik ke pesawat tujuan kami telah diumumkan. Kami langsung berlari menuju pesawat kami.
Aku menatap Juan yang terlihat tidak tenang.
“Sudahlah piano itu akan baik-baik saja,” kataku.
“Semoga, aku tak mau Larry kecewa” katanya sambil senyum kecil.
Akupun merangkulnya dan memberinya kekuatan, agar ia bisa menerima kenyataan bahwa PASTILAH Larry masih merasakan kehangatan, setiap kali engkau memainkan pianonya. Senyum mereka berdua adalah bukti bahwa persahabatan yang baik takkan pernah hilang.


M.Fajri Raihan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar